Cima Behind The Scenes

Belajar membaca hikmah dari setiap adegan


Berikut ini ada artikel menarik yang saya dapat dari websitenya persis.or.id (link: http://persis.or.id/?p=527).

Awal tahun 2008 lalu salah seorang teman saya, sebutlah namanya Nia, telah melangsungkan akad nikah. Saya merasa kaget ketika mengetahui kabar itu. Bagaimana tidak? Setahu saya, dia belum punya calon pendamping, tapi tiba-tiba akan menikah? Usut punya usut, ternyata teman saya itu menikah dengan calon yang dikenalkan murabbi-nya seminggu sebelum pernikahan berlangsung.

Dengan berbekal keyakinan bahwa cinta akan hadir seiring berjalannya waktu, serta percaya terhadap pilihan calon dari sang murabbi, nia merasa mantap untuk memilih lelaki yang menjadi suaminya itu. Tetapi, awal 2009 ini, ia berniat untuk bercerai. Alasannya, ternyata dia merasa putus asa menghadapi pernikahan tanpa cinta.

Akhir-akhir ini fenomena penikahan seperti yang teman saya lakukan, serasa semakin menjadi trend. Ketika seorang laki-laki atau seorang perempuan memutuskan untuk menjalankan sunnah nabi ini, mereka lalui tanpa perkenalan yang dalam mengenai kepribadian calon pasangan hidupnya. Padahal, pada dasarnya, kita mempunyai hak untuk melakukan ’investigasi’ terhadap calon pendamping. Bahkan hal itu dianjurka oleh Rasulullah Saw, sebagaimana yang beliau sarankan kepada seorang sahabat yang hendak meminang. Hal ini agar bertambah keyakinan dan terbersit rasa cinta,serta agar kita tidak menyesal pada akhirnya.

Tetapi, Rasulullah juga berpesan, ketika seseorang berniat untuk menggenapkan dien, maka yang lebih baik adalah tidak menunda-nunda niat tersebut, apalagi proses ta’arufnya sampai bertahun-tahun. Hal ini dapat minimbulkan fitnah bahkan terseret dalam dosa, tidak menutup kemungkinan akan membuka pintu perzinahan.

Kita juga tidak bisa menutup mata bahwa banyak juga pasangan yang sebelumnya saling mencintai, bahkan berhubungan hampir bertahun-tahun, masih juga rentan oleh yang namanya perceraian. Ketidak cocokan, cinta sudah gersang, bahkan orang ketiga, sering kali menjadi alasan yang ampuh untuk bercerai.

Untuk mengenal calon pendamping, memang kita tidak mesti melulu melalui jalan pacaran, jalan yang dilewati Nia pun bisa kita gunakan. Akan tetapi, bagaimana jika setelah kita menikah, ternyata ketetapan Allah berlainan dengan yang diharapkan? Bertahun-tahun menjalani pernikahan tetapi cinta itu tidak hadir juga, atau awalnya penuh dengan cinta lambat laun hilang sirna? Bagaimana dengan pernikahan kita selanjutnya? Lihat bagaimana ending rumah tangga Nia. Akhirnya ia memilih hal mubah yang paling dibenci Allah, yaitu perceraian.

Mungkin kita juga akan melakukan hal yang sama dalam situasi seperti itu. Bayangkan, bagaimana tidak menjadi beban, jika seseorang mesti hidup dengan orang yang tidak pernah dicintainya. Apalagi dia tersebut adalah pasangan kita sendiri yang mesti kita perlakukan dengan baik. Sangat mungkin juga beban seperti ini tidak hanya terjadi kepada istri, tetapi juga pada para suami.

Jika tidak bersabar, maka kemungkinan besar akan terjadi perceraian, perselingkuhan, atau masing-masing penghuni rumah tangga tidak peduli dengan hak dan kewajibannya, baik selaku suami maupun sebagai istri. Yang paling menyedihkan jika akhirnya anak menjadi korban keegoisan ayah bundanya. Padahal, pilihan terakhir tersebut dapat kita hindari, hanya saja kita mesti benar-benar sabar dalam menghadapinya. Mungkin tips dibawah ini dapat digunakan sebagai salah satu jalan agar beban kita sedikit berkurang.

Pertama, mengingat kembali komitmen awal ketika memutuskan untuk menikah dan memilih orang yang sekarang menjadi pasangan kita. Kita ingat lagi bahwa yang kita lakukan semata-mata sebagai bentuk ibadah kepada Allah dan mengikuti sunnah Nabi Muhamad Saw. Yakinkan bahwa Allah yang membolak-balikkan hati manusia akan memberlakukan kuasa-Nya pada hati kita dan pasangan kita.

Kedua, nikmatilah status kita baik selaku suami atau istri yang di sana tersimpan banyak lahan untuk beribadah. Selain itu, niatkan setiap yang kita lakukan hanya untuk mengharap pahala dari Allah semata.

Ketiga, berbaik sangkalah kepada pasangan kita. Ingatlah setiap kebaikan yang dilakukannya serta terimalah bagaimanapun keadaannya. Bersabarlah atas kejelekan tabiatnya. Selain itu, bersikaplah lemah lembut, hargailah setiap yang dilakukannya serta lakukan tugas kita sebagai pasangan yang mesti melakukan kewajiban dalam rumah tangga.

Keempat, jangan coba-coba untuk membandingkan pasangan kita dengan orang lain. Hal ini akan membuka peluang bagi adanya wanita idaman lain (WIL) atau pria idaman lain (PIL) sebagai tempat menambatkan cinta kita yang tengah terseok-seok. Jika masih belum cukup, mungkin dengan berterus terang kepada pasangan akan mengurangi beban perasaan kita. Selain itu, mengkomunikasikannya dengan cara yang baik akan mendapatkan titik temu dan akhirnya akan membuahkan jalan keluar yang baik. Namun, kita juga mesti siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi.

Selanjutnya, memintalah kepada Allah Swt agar cinta itu hadir di hati kita. Sebab, Dia-lah yang membolak-balikan hati manusia. Terakhir, belajarlah untuk ikhlas dengan segala hal yang terjadi. Berlapang dadalah bahwa ini adalah bagian hidup yang menjadi tekdir kita.

Akhirnya, bagi saya peribadi, menikah jelas mesti ada cinta. Maka mengenal calon pasangan sebelum memutuskan menikah sangat penting, bahkan dianjurkan oleh Rasulullah Saw. Hal ini semata-mata agar bertambah keyakinan dan terbersit rasa cinta karena rasa cinta merupakan salah satu elemen penting dalam membina rumah tanggga. Kesolehan memang menjadi fondasi utama, tetapi jika rumah tanpa atap, akankah bangunan sempurna? Wallâhu A’lam.

(Penulis: Lena Mardiana, berita diambil dari: http://persis.or.id)

Subscribe to: Posts (Atom)