Cima Behind The Scenes

Belajar membaca hikmah dari setiap adegan




Subhanallah...Saya dibuat takjub oleh suasana pagi hari di kota itu. Untuk ukuran kota kecil, Nanning cukup rapi dan modern. Tampak jelas jalanan besar yang tidak saya lihat pada malam hari, trotoar yang begitu luas sehingga membuat nyaman para pejalan kaki dan jalur khusus sepeda dan sepeda motor yang cukup luas. Tapi, sebentar... Saya perhatikan lagi, ternyata saya tidak melihat motor yang berlalu lalang. Kemanakah motor-motor di kota ini? hanya ada sepeda dan sepeda listrik (di Indonesia disebut betrix). Owh...ternyata ada satu dua yang melintas. Sangat jarang memang, motor yang kulihat di jalan. Mungkin dalam 5 menit hanya kulihat satu atau dua motor.

Tatarucingan
Tanya: Kenapa, di Beijing tidak ada sepeda motor?
Jawab: Karena habis diimpor ke Indonesia



Ternyata di Nanning, bike to work bukan lagi slogan-slogan yang digembor-gemborkan. Tapi mereka sudah melakukannya. Bahkan bukan hanya bike to work, tetapi bike to everywhere. Smangat bersepeda!!

Baru tersadar juga, saya tidak mendengar suara klakson-klakson yang sering didengar ketika berada di tanah air. Nampaknya mereka lebih santun dalam berkendara.

Tak lama pemandangan ini bisa saya nikmati karena ketua rombongan mengingatkan agar segera berangkat.

Pesawat sudah hampir mendarat. Waktu menunjukkan sekitar pukul 22.45 waktu setempat. Pramugari memberi info ke setiap penumpang. Saya mencoba mendengarkan pembicaraan pramugari, namun hanya sedikit yang menyangkut di kepalaku. Maklum, kemampuan bahasa Inggris ku tak cukup bagus. Kendala lain yang dihadapi adalah obrolan pramugari kurang jelas, cepat dan berlogat chinese. Mirip dengan bahasa inggrisnya orang Perancis. Tak jelas mendengarkan apa yang disampaikan pramugari, saya hanya melakukan prosedur standar sambil menahan rasa sakit dari kedua telingaku. Pesawat mendarat aga keras, sehingga telingaku terasa sakit hingga 1 jam, walaupun sudah berada di darat

Kuperhatikan, untuk kelas bandara internasional, bandara Nanning cukup kecil dan sederhana. Bandara dihiasi lampu-lampu khas Cina, sehingga terlihat mewah dalam kesederhanaannya.

Alhamdulillah, tak ada masalah dalam pengurusan visa. Namun, kemudian masalah terjadi pada saat kami(rombongan) membawa barang dari bagasi. Kami membawa satu dus passport BHTV (brosur), dua dus dvd dan brosur pemerintah kota dan daerah, dan 4 dus makanan. Pada saat saya dan eyang (bos tempe) akan melewati petugas pemeriksa barang, beberapa petugas datang menghampiri dan berbicara dengan bahasa yang tidak kami mengerti. Mungkin kami disangka membawa bom.hehe

Melihat hal itu, Pak Sangga langsung datang membantu. Dengan kemampuan bahasa Cina yang bagus, Pak Sangga berdiskusi dengan petugas tersebut dan akhirnya sampai pada kata mufakat. Dus dus yang kami bawa di data dan disegel oleh petugas bandara, Katanya, dus ini hanya boleh dibuka di pameran dengan pengawasan petugas setempat. Cukup ketat memang, penjagaan di Cina. Namun, apa yang dibawa dari Cina seperti susu melamin sepertinya lolos dari pengawasan sehingga tersebar bebas di Indonesia. hehe.

Cukup aneh juga, bandara internasional ada waktu tutupnya. Beberapa saat setelah semua rombongan yang datang keluar dari bandara, petugas bandara langsung menutup pintu. Lampu-lampu di ruangan bandara satu per satu dimatikan. Pada hari itu sepertinya kedatangan kami adalah penerbangan terakhir di bandara itu.

Disambut dengan udara yang panas, dan beratnya barang bawaan, tubuhku langsung berkucurkan keringat. Tak lama setelah bandara tutup, seorang lelaki muda datang menghampiri dan bertanya kepada kami. Kaget juga, dia berbicara bahasa Indonesia. Dugaan awalku, dia adalah orang Indonesia yang sedang berada di Cina. Setelah diperhatikan, ternyata bahasa Indonesia nya kaku, tak seperti obrolan warga Indonesia. Setelah ditanya ternyata dia adalah mahasiswa jurusan bahasa Indonesia di Universitas Kebangsaan Guangxi (Guangxi National University). Dia berniat untuk menjemput kami ke hotel.

Selama perjalanan ku perhatikan jalanan yang bersih, trotoar yang besar, gedung2 yang rapih, jalanan yang besar dan hangatnya suasana kota yang dimandikan lampu. Hingga sampai di hotel, tak banyak lagi yang kuperhatikan karena lelah.

Siap-siap bertempur untuk esok hari...., Yoshhh!!!!

Siap kerja!!!

Buka buku-buku, file kerjaan. Ngetik sebentar, kemudian buka e-mail, ngecek apakah ada tugas-tugas yang menanti untuk kukerjakan kemudian?

Tak lama setelah membuka e-mail, langsung mengklik tombol windows,p,y,y (membuka yahoo messenger). Set status yang ‘gw banget’, terus mengecek siapa saja sih yang ol. Langsung aku teringat pada kerjaan yang sedang menunggu. Ehhh….masih banyak ya, kerjaan. Ayo kerjakan!!

Langsung mulai mengetik. Namun, pikiranku mulai terganggu oleh list nama orang-orang yang sedang online. Gatal rasanya tanganku untuk meng aktivkan jendelan YM. Ingin ku tahu siapa saja sih yang ol, padahal tak ada yang berubah sejak terakhir ku lihat. Eh..., karena memang gangguan terlalu besar akhirnya aku mengklik salah satu teman ku untuk diajak ngobrol. Langsung saja kami mengobrol. Kerjaan? tunggu aa bentar ya….

Sesaat kemudian, teringat kembali kerjaan. Akhirnya kuputuskan untuk bekerja sambil chatting. Tapi pada kenyataannya chatting sambil bekerja, karena fokus utamaku adalah chatting. Bermunculan teman-temanku. Akhirnya aku terlibat obrolan dengan banyak orang. Dan kerjaan, jadi nomor kesekian dalam prioritas otak ku. Untungnya, tak lama kemudian buaian chatting bisa kulepaskan dengan mengirimkan pesan yang sama kepada semua teman obrolku, yaitu, saya sambil kerja ya…

Akhirnya aku melanjutkan kerja. Nampaknya efek mengobrol masih ada. Aku tak bisa konsentrasi bekerja. Bisa dibilang fokusku dalam bekerja sudah menurun hampir 50%. Wah… ini bahaya!!!

Kerjaan selesai? Tentu tidak pada target yang sudah dicapai. Akhirnya pada sore hari kuberpikir untuk menutup YM ketika bekerja. Namun, keesokan harinya, hal tersebut kembali terulang. Nampaknya hal ini perlu dimasukkan ke dalam hati agar ku tak kembali tergoda dengan buaian YM.

Wah… Bisa dibayangkan waktu yang terbuang akibat YM. Waktu saja? Tentu masih ada yang lain. Konsentrasi. Dengan mengobrol konsentrasi yang pada awalnya kita fokuskan pada pekerjaan akan lambat laun tergantikan oleh bahan obrolan. Akhirnya, ketika kembali bekerja kondisi kita tidak dalam 100%. Mood yang hilang. Jika bahan obrolan mempengaruhi emosi kita, nah… mood yang semulanya ada, akan hilang dalam sekejap dan si pelaku akan mencari-cari alasan untuk berjalan-jalan atau beraktivitas meninggalkan pekerjaan. Ya… karena mood nya telah hilang.

Tentu saja produktivitas jadi turun.

Nah masih mau nge-YM? ya… nyalakan lah pada saat memang istirahat atau dalam keadaan darurat.

Menang mana? Produktivitas vs YM?

Mudik sudah mendarah daging di kebanyakan jiwa masyarakat Indonesia. Termasuk saya dan keluarga. Karena ingin merasakan suasana mudik, saya bersama keluarga memutuskan untuk pulang ke kampung Tasik pada siang hari tanggal 1 syawal 1429 H.

Alhasil, kami menikmati indahnya suasana mudik. Mobil bertebaran, orang-orang berseliweran(di dalam mobil kasak kusuk nyari makanan, kasak kusuk pegel karena terlalu lama duduk). Suasana yang sudah sekian tahun tak kunjung ku rasakan. Alhamdulillah.

Tak ada bosan menikmati indahnya suasana mudik apalagi ditambah dengan celoteh-celoteh Isan dan Neng yang membuat tawa tak lepas dari wajah.wah...nikmatnya.

Belum beres bersyukur, nikmat lain ditimpakan lagi. Saat silaunya matahari menerpa mobil dan panasnya udara menghinggapi sekujur tubuh, kulihat polosnya seorang anak kecil (umurnya sekitar 6 tahun) yang berada dalam mobil tepat di depan kami. Menambah tawa tak lepas dari wajahku. Si anak menampilkan ekspresi-ekspresi kepolosan (nga jebi-an, ngalelewe, dll).

Namanya anak-anak, pasti ingin diperhatikan. Lalu kuperhatikan Si anak, dan ku ajak bermain jarak jauh. Ku ajarkan banyak jurus canggih kepadanya. Salah satunya adalah trik telunjuk-tengah. Kumasukkan jari telunjuk ke dalam lubang hidungku lalu dengan cepat kumasukkan jari tengah kedalam mulutku. Alhasil, dia meniru dengan cara yang salah. jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam lubang hidungnya, dia masukkan ke dalam mulutnya. Dan kuajak ngemot jari lama-lama, dan dia mengikutinya.hihi..

Polosnya seorang anak. Seperti sebuah kertas putih. Setiap coretan ditimpakan pada kertas itu dan diterima tanpa protes. Mengerikan? Menggembirakan? Itu semua tergantung kapasitas tanggung jawabnya dan kepedulian terhadap anak.

Yu ah..berilah coretan yang indah pada anak-anak di sekeliling mereka sehingga memberi gembira pada penikmatnya.

Subscribe to: Posts (Atom)