Cima Behind The Scenes

Belajar membaca hikmah dari setiap adegan


Pesawat sudah hampir mendarat. Waktu menunjukkan sekitar pukul 22.45 waktu setempat. Pramugari memberi info ke setiap penumpang. Saya mencoba mendengarkan pembicaraan pramugari, namun hanya sedikit yang menyangkut di kepalaku. Maklum, kemampuan bahasa Inggris ku tak cukup bagus. Kendala lain yang dihadapi adalah obrolan pramugari kurang jelas, cepat dan berlogat chinese. Mirip dengan bahasa inggrisnya orang Perancis. Tak jelas mendengarkan apa yang disampaikan pramugari, saya hanya melakukan prosedur standar sambil menahan rasa sakit dari kedua telingaku. Pesawat mendarat aga keras, sehingga telingaku terasa sakit hingga 1 jam, walaupun sudah berada di darat

Kuperhatikan, untuk kelas bandara internasional, bandara Nanning cukup kecil dan sederhana. Bandara dihiasi lampu-lampu khas Cina, sehingga terlihat mewah dalam kesederhanaannya.

Alhamdulillah, tak ada masalah dalam pengurusan visa. Namun, kemudian masalah terjadi pada saat kami(rombongan) membawa barang dari bagasi. Kami membawa satu dus passport BHTV (brosur), dua dus dvd dan brosur pemerintah kota dan daerah, dan 4 dus makanan. Pada saat saya dan eyang (bos tempe) akan melewati petugas pemeriksa barang, beberapa petugas datang menghampiri dan berbicara dengan bahasa yang tidak kami mengerti. Mungkin kami disangka membawa bom.hehe

Melihat hal itu, Pak Sangga langsung datang membantu. Dengan kemampuan bahasa Cina yang bagus, Pak Sangga berdiskusi dengan petugas tersebut dan akhirnya sampai pada kata mufakat. Dus dus yang kami bawa di data dan disegel oleh petugas bandara, Katanya, dus ini hanya boleh dibuka di pameran dengan pengawasan petugas setempat. Cukup ketat memang, penjagaan di Cina. Namun, apa yang dibawa dari Cina seperti susu melamin sepertinya lolos dari pengawasan sehingga tersebar bebas di Indonesia. hehe.

Cukup aneh juga, bandara internasional ada waktu tutupnya. Beberapa saat setelah semua rombongan yang datang keluar dari bandara, petugas bandara langsung menutup pintu. Lampu-lampu di ruangan bandara satu per satu dimatikan. Pada hari itu sepertinya kedatangan kami adalah penerbangan terakhir di bandara itu.

Disambut dengan udara yang panas, dan beratnya barang bawaan, tubuhku langsung berkucurkan keringat. Tak lama setelah bandara tutup, seorang lelaki muda datang menghampiri dan bertanya kepada kami. Kaget juga, dia berbicara bahasa Indonesia. Dugaan awalku, dia adalah orang Indonesia yang sedang berada di Cina. Setelah diperhatikan, ternyata bahasa Indonesia nya kaku, tak seperti obrolan warga Indonesia. Setelah ditanya ternyata dia adalah mahasiswa jurusan bahasa Indonesia di Universitas Kebangsaan Guangxi (Guangxi National University). Dia berniat untuk menjemput kami ke hotel.

Selama perjalanan ku perhatikan jalanan yang bersih, trotoar yang besar, gedung2 yang rapih, jalanan yang besar dan hangatnya suasana kota yang dimandikan lampu. Hingga sampai di hotel, tak banyak lagi yang kuperhatikan karena lelah.

Siap-siap bertempur untuk esok hari...., Yoshhh!!!!

2 review sahabat

  1. anugerah perdana  

    ongkoh 'aku'

    ongkoh 'saya'

    'uing' we sakalian cim

    lebih berbau tiongkok

  2. Cima  

    gah...

    ma a
    jeung
    ma si we

Post a Comment

Subscribe to: Post Comments (Atom)