Cima Behind The Scenes

Belajar membaca hikmah dari setiap adegan


Mudik sudah mendarah daging di kebanyakan jiwa masyarakat Indonesia. Termasuk saya dan keluarga. Karena ingin merasakan suasana mudik, saya bersama keluarga memutuskan untuk pulang ke kampung Tasik pada siang hari tanggal 1 syawal 1429 H.

Alhasil, kami menikmati indahnya suasana mudik. Mobil bertebaran, orang-orang berseliweran(di dalam mobil kasak kusuk nyari makanan, kasak kusuk pegel karena terlalu lama duduk). Suasana yang sudah sekian tahun tak kunjung ku rasakan. Alhamdulillah.

Tak ada bosan menikmati indahnya suasana mudik apalagi ditambah dengan celoteh-celoteh Isan dan Neng yang membuat tawa tak lepas dari wajah.wah...nikmatnya.

Belum beres bersyukur, nikmat lain ditimpakan lagi. Saat silaunya matahari menerpa mobil dan panasnya udara menghinggapi sekujur tubuh, kulihat polosnya seorang anak kecil (umurnya sekitar 6 tahun) yang berada dalam mobil tepat di depan kami. Menambah tawa tak lepas dari wajahku. Si anak menampilkan ekspresi-ekspresi kepolosan (nga jebi-an, ngalelewe, dll).

Namanya anak-anak, pasti ingin diperhatikan. Lalu kuperhatikan Si anak, dan ku ajak bermain jarak jauh. Ku ajarkan banyak jurus canggih kepadanya. Salah satunya adalah trik telunjuk-tengah. Kumasukkan jari telunjuk ke dalam lubang hidungku lalu dengan cepat kumasukkan jari tengah kedalam mulutku. Alhasil, dia meniru dengan cara yang salah. jari telunjuk yang dimasukkan ke dalam lubang hidungnya, dia masukkan ke dalam mulutnya. Dan kuajak ngemot jari lama-lama, dan dia mengikutinya.hihi..

Polosnya seorang anak. Seperti sebuah kertas putih. Setiap coretan ditimpakan pada kertas itu dan diterima tanpa protes. Mengerikan? Menggembirakan? Itu semua tergantung kapasitas tanggung jawabnya dan kepedulian terhadap anak.

Yu ah..berilah coretan yang indah pada anak-anak di sekeliling mereka sehingga memberi gembira pada penikmatnya.

0 review sahabat

Post a Comment

Subscribe to: Post Comments (Atom)